Istri Sah IPDA SA didampingi penasehat hukum saat gelar konferensi pers. (Foto: Istimewa) |
Palu Ngataku – Seorang Istri dari anggota Polri Ipda SA yang berdinas di Polresta Palu didamping tim penasehat hukum angkat bicara atas perbuatan SR yang merupakan istri sirih Ipda SA.
Terkait viralnya di beberapa media yang dialami Ipda SA dengan sangkaan pasal 266 (2) KUHP tentang pemberian keterangan palsu kedalam sesuatu akte autentik dan pasal 378 tentang penipuan dengan pelapor saudari SR saat ini sudah dinyatakan P-21 oleh kejaksaan negeri Watampone.
Istri Sah Ipda SA didampingi penasehat hukum menggelar Konferensi Pers di Rumah H. Hasbi, SEKJEN DPP LAKI Pejuang 45, Desa Telungeng, Barebbo, Kabupaten Bone, Kamis, 20 Juli 2023.
Mahmud, S.H.,M.H., selaku ketua tim penasehat hukum mengatakan, akan mengklarifikasi terkait pelimpahan P21 Ipda SA dari kepolisian ke kejaksaan dengan sangkaan pasal 266 ayat 2 dan 378, ujarnya.
Makmur menyampaikan, bahwa saudari SR atau pelapor baru mengetahui Ipda SA telah menikah secara sah atau memiliki istri sah pada saat pelantikan sebagai perwira pada bulan Oktober 2022 lalu, ungkapnya.
“Perlu kami sampaikan bahwasanya hal tersebut adalah tidak benar, artinya keterangan ini dibuai kronologisnya membuat berita acara di kepolisian,” tegasnya.
Ada hal-hal yang perlu di klarifikasi, bahwasanya sebetulnya saudara SR sudah mengetahui Ipda SA sudah memiliki istri yang sah sebelum mereka melangsungkan perkawinan secara sirih pada bulan September 2016, bebernya.
“Jadi mereka melangsungkan perkawinan secara sirih itu pada bulan September 2016, sebelumnya itu SR sudah tau bahwasanya Ipda SA sudah mempunyai istri dan juga sempat berkomunikasi dengan istri sah Ipda SA,” katanya.
Kemudian informasi tentang itu, sudah pernah juga disampaikan oleh imam yang akan menikahkan secara sirih, tambahnya.
Lanjut Mahmud, kata imam bahwa Ipda SA bisa dilangsung pernikahan secara sirih karena Ipda SA masih memiliki istri yang sah, jelasnya.
Ditempat yang sama, Rita sebagai istri sah Ipda SA mengatakan, laporan yang dilaporkan SR itu tidak benar, karena sebelum terjadi pernikahan tahun 2016, “yang mana saya telah memberi kabar kepada SR melalui telepon bahwa saya istrinya, jangan ber-WA lagi karena saya tidak suka,” ucapnya.
Pada tanggal 16 September 2016, lanjut Rita, Imam yang menikahkan secara siri pelapor SR dengan Bripka SA memberi tahu bahwa pernikahan belum keluar surat nikahnya karena Pak Sainal belum cerai secara resmi, artinya masih mempunyai istri yang sah, sebutnya.
Kemudian, tiba-tiba di bulan Desember 2016 SR sempat datang ke luwuk tapi cuma menginap di penginapan, tambah Rita.
Selanjutnya, pada bulan Juni tahun 2021, pelapor SR mengirim uang sejumlah Rp. 150.000.000, ke Rekening Bripka SA untuk diserahkan kepada Bu Rita untuk menceraikan suaminya (Bripka Sainal Abidin), kemudian Rita menelpon kepada pelapor SR dengan mengatakan “Apakah uang 150 juta itu untuk supaya saya jual depe laki?”, pelapor SR kemudian mengiyakannya.
Lalu dirinya pada mulanya bermaksud mendatangi tempat kediaman Pelapor SR untuk memberitahu langsung kepada yang bersangkutan bahwa saya adalah istri yang sah dan kepada pelapor SR untuk tidak mengganggu rumah tangganya dengan suaminya Bripka Sainal Abidin. “Akan tetapi untuk menghindari keributan yang mempengaruhi karir suami, maka saya mengambil sikap diam,” ucapnya.
Rita juga membeberkan bahwa ternyata yang mengurus N1, N2, N3 dan N4 sebagai dokumen-dokumen persyaratan perkawinan adalah pelapor SR, yang mana dokumen persyaratan tersebut tidak ada pendukungnya seperti Foto Copy KK, KTP surat Keterangan dari Kelurahan sesuai alamat KTP pemohon, sehingga patut diduga SR sendiri dalam pembuatan N1, N2, N3, dan N4 yang isinya palsu.
“SR juga memberikan uang sejumlah Rp. 10 juta kepada Ipda SA untuk melamar SR, supaya Ipda SA dapat menikahi SR dan SR sudah menyiapkan seluruh proses pernikahan siri tersebut,” ungkap Rita.
Yang menjadi persoalan adalah akta nikah tersebut belum jadi dibuat dan dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) setempat sehingga tidak terpenuhinya kedalam akta otentik sedangkan akta otentiknya saja tidak ada, sebutnya.
“Seharusnya yang berhak membuat laporan pengaduan kepada Polres Bone tentang Pasal 266 ayat (2) KUHP seharusnya adalah saya selaku istri sah dari Ipda SA bukan SR, sedangkan SR tidak berhak untuk membuat laporan karena hanya sebagai istri siri bukan Istri yang sah,” tegasnya.
Kepala KUA tidak dapat memproses pendaftaran perkawinan dengan cara mengeluarkan akta nikah, karena Ipda SA masih belum cerai dengan istrinya (bu Rita), sehingga pernikahan tersebut dilakukan dengan cara pernikahan siri, dengan demikian SR sudah tahu bahwa proses perceraian Ipda Sainal dengan istrinya belum dilaksanakan,
Rita juga menjelaskan, uang sejumlah Rp. 55 juta yang menurut Pelapor untuk mengurus surat tugas ke Bone, uang tersebut telah dikembalikan pertama sebesar Rp. 15 juta dan kemudian berturut sampai dengan tahun 2021, Ipda Sainal mengirim uang sejumlah Rp. 105.000.000, kepada SR, sehingga tidak ada unsur kerugian yang diderita oleh Pelapor SR sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada penipuan dan pemalsuan surat yang dilakukan oleh Ipda SA.
Komentar