Palu Ngataku – Hari ini Sabtu 28 September 2024 tepatnya 6 (enam) tahun gempa bumi dan tsunami dahsyat mengguncang Palu, Sigi, dan Donggala. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan bencana Pasigala ini meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Sulawesi Tengah. Hari ini, masyarakat kembali mengenang peristiwa tersebut sembari meningkatkan kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana.
Berbagai kegiatan dilakukan untuk memperingati peristiwa tersebut, mulai dari doa bersama, tabur bunga di lokasi bekas likuefaksi, hingga seminar dan diskusi terkait mitigasi bencana. Badan Geologi, misalnya, melakukan sosialisasi mengenai potensi bencana serupa di masa mendatang.
Suara gemuruh yang tak terduga menghancurkan ketenangan petang menjelang malam. Gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang Sulawesi Tengah, disusul dengan gelombang tsunami yang menerjang pesisir Palu dan sekitarnya. Dalam sekejap, kehidupan yang tenang berubah menjadi kekacauan.
Di tengah gelapnya malam, Yani sebutan samarannya, seorang guru di sebuah Sekolah Dasar (SD), dikagetkan oleh gemuruh dan getaran hebat. Dia merasakan ketakutan merambat, dan saat keluar dari rumah, ia melihat langit yang dipenuhi debu dan kerumunan orang yang panik. Suara teriakan dan isak tangis memenuhi udara. Yani segera mencari kedua anaknya, yang saat itu masih berada di dalam rumah.
Tak lama setelah gempa, gelombang tinggi menghantam pantai. Yani melihat kepanikan di wajah orang-orang, saat mereka berusaha menyelamatkan diri. Dia berlari, menggendong anak-anaknya, berusaha menjauh dari garis pantai yang kini menjadi ancaman. Dengan adrenalin yang memuncak, mereka berlari ke tempat yang lebih tinggi, sementara gelombang tsunami merusak apa yang tersisa dari kehidupan mereka.
Hari-hari berikutnya diwarnai dengan ketidakpastian. Para penyintas berkumpul di tempat-tempat pengungsian, berbagi cerita tentang kehilangan dan harapan. Yani berusaha menjadi penguat bagi mereka yang kehilangan segalanya. Ia memimpin kegiatan untuk anak-anak, mengajarkan mereka cara melupakan kesedihan, setidaknya untuk sementara, melalui permainan dan belajar.
Bantuan mulai berdatangan, tetapi proses pemulihan terasa lambat. Dalam puing-puing bekas rumahnya, Yani menemukan foto-foto keluarganya, mengingatkan dia akan momen-momen indah yang kini hanya tinggal kenangan. Ia bertekad untuk membangun kembali kehidupannya dan membantu tetangganya yang juga berjuang.
Enam tahun berlalu, jejak gempa dan tsunami masih terlihat di Pasigala. Namun, masyarakat yang tersisa menunjukkan ketahanan luar biasa. Yani kini menjadi penggerak komunitas, mengorganisir program pendidikan untuk anak-anak dan membantu para penyintas dalam proses pemulihan mereka.
Kisah Pasigala adalah tentang kehilangan dan ketahanan. Meski trauma tidak akan pernah sepenuhnya hilang, harapan tetap hidup. Komunitas ini, meski hancur oleh bencana, bangkit kembali, bersatu dalam semangat untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Komentar