Delapan Kemungkaran di Hari Raya

(Foto : Pexels)


PALUNGATAKU.COM –
Hari raya ‘Idul Fitri adalah hari yang selalu dinanti-nanti kaum muslimin. Tak ada satu pun di antara kaum muslimin yang ingin kehilangan momen berharga tersebut. Apalagi di negeri kita, selain memeriahkan Idul Fitri atau lebaran, tidak sedikit pula yang berangkat mudik ke kampung halaman.

banner


Dilansir dari rumaysho.com, diantara alasan mudik adalah untuk mengunjungi kerabat dan saling bersilaturahmi. Namun ada beberapa hal yang perlu dikritisi saat itu, yaitu beberapa amalan yang keliru dan mungkar. Satu sisi, amalan tersebut hanyalah tradisi yang memang tidak pernah ada dalil pendukung dalam Islam dan ada pula yang termasuk maksiat.


Pertama : Tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir dalam berpakaian. Terutama kita melihat bagaimana model pakaian muda-mudi saat ini ketika hari raya, tidak mencerminkan bahwa mereka muslim ataukah bukan. Sulit membedakan ketika melihat pakaian yang mereka kenakan. Sungguh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah dibacakan,


مَنْ شَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


Sumber https://rumaysho.com/517-kemungkaran-di-hari-raya.html

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka [ 1] Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan . Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’). [2]


Kedua : Mendengarkan dan memainkan musik/nyanyian/nasyid di hari raya. Imam Al Bukhari membawakan dalam Bab “Siapa yang menghalalkan khomr dengan selain namanya” sebuah riwayat dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari telah menceritakan bahwa dia tidak berdusta, lalu beliau menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,


لَيَكُونَنَّ امٌ لُّونَ الْحِرَ الْحَرِيرَ الْخَمْرَ الْمَعَازِفَ لَيَنْزِلَنَّ امٌ لَى لَمٍ لَيْهِمْ ارِحَةٍ لَهُمْ – الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ لُوا ا لَيْنَا اللَّهُ الْعَلَمَ ازِيرَ لَى الْقِيَامَةِ


“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik . Dan beberapa kelompok orang yang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka.


Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami besok hari.’ Kemudian Allah membuat siksaan mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian menjadi kera dan babi hingga hari-hari mendatang.” [3]


Jika dikatakan menghalalkan musik, berarti musi k itu haram . [4] Ibnu Mas’ud mengatakan, “ Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana menumbuhkan sayuran.Fudhail bin Iyadh mengatakan, Nyanyian adalah mantera-mantera zina. ” Adh Dhohak mengatakan, ” Nyanyian itu akan merusak hati dan kemurkaan Allah. ” [5]


Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang suka mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.” [6] Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.” [7]

Baca Juga  Pelatih Sabhara Polda Puas Menang 2-0 Atas Polres Parimo di Laga Perdana


Ketiga : Wanita berhias diri ketika keluar rumah. Padahal seperti ini diharamkan di dalam agama ini berdasarkan firman Allah,


لَا الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى


“ Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber -tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama .” (QS. Al Ahzab: 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “ Tabarruj adalah keindahan kecantikan dirinya.”


Az Zujaj mengatakan, “ Tabarruj adalah perbuatan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.” [8] Seharusnya berhias diri menjadi penampilan istimewa di istri di hadapan suami dan ketika di rumah saja, dan bukan di hadapan khalayak ramai.


Keempat : Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan musibah di tengah kaum muslimin apalagi di hari raya. Tidak ada yang selamat dari musibah ini kecuali yang dirahmati oleh Allah. Perbuatan ini terlarang berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,


لَى ابْنِ الزِّنَى لِكَ لاَ الَةَ الْعَيْنَانِ اهُمَا النَّظَرُ الأُذُنَانِ اهُمَا الاِسْتِمَاعُ اللِّسَانُ اهُ الْكَلاَمُ الْيَدُ اهَا الْبَطْشُ ال


“Setiap anak Adam telah memperoleh bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinganya mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan.


Lalu apa yang nanti akan dilakukan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” [9] Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan zina. Hal ini berkaitan dengan lawan jenis adalah yang haram karena berdasarkan kaedah ushul ‘ jika sesuatu terjadi dengan sesuatu yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut jugaharam ‘.” [10]


Lihat pula bagaimana contoh dari suri tauladan kita sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


لَا افِحُ النِّسَاءَ ا لِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ لِي لِامْرَأَةٍ احِدَةٍ لِ لِي لِامْرَأَةٍ احِدَةٍ


“Sesungguhnya aku tidak akan bersalaman dengan wanita. Perkataanku terhadap seratus wanita adalah seperti kutipanku terhadap seorang wanita, atau seperti kutipanku untuk satu wanita.“ [11]


Kelima : Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya ‘ied. Kita memang diperintahkan untuk ziarah kubur sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,


ا الْقُبُورَ ا ال


“Sekarang ziarah kuburlah karena itu akan lebih mengingatkan kematian.” [12] Namun diyakini tepat bahwa setelah Ramadhan adalah terbaik untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”).

Baca Juga  As SDM Polri Tegaskan Pengungkapan Kasus Penipuan di Karawang Bentuk Komitmen Berantas Calo-KKN Rekrutmen Polri


Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. problem, jika seseorang ziarah kubur pada waktu tertentu dan keyakinan bahwa setelah Ramadhan (saat Idul Fithri) adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu karena suatu karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.


Keenam : Tidak sedikit dari yang memeriahkan Idul Fitri meninggalkan shalat lima waktu karena sibuk bersilaturahmi. Kaum pria pun tidak memperhatikan shalat berjama’ah di masjid. Demi Allah, sesungguhnya ini adalah salah satu bencana yang amat besar. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dikatakan,


الْعَهْدُ الَّذِى ا الصَّلاَةُ ا


“ Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir. ” [13]


‘Umar bin Khottob rahimahullah pernah berkata di akhir-akhir hidupnya,


لاَ لاَمَ لِمَنْ الصَّلاَةَ


“ Tidaklah disebut muslim orang yang meninggalkan shalat .”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin memuji berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih dari dosa membunuh, merampas harta lain, zina, dan minum minuman keras.


Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” [15]

Adapun mengenai hukum shalat jama’ah, menurut pendapat yang kuat adalah wajib bagi kaum pria. Di antara yang menunjukkan bahwa shalat jama’ah itu wajib adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


الَّذِى لَقَدْ هَمَمْتُ الصَّلاَةِ لَهَا لاً النَّاسَ الِفَ لَى الٍ لَيْهِمْ


Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, inginnya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku memerintahkan mereka untuk berdoa yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka ”. [16]

Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan,


ا الجَمَاعَةُ لاَ اُرَخِّصُ ا لاَّ


“ Mengenai shalat jama’ah, aku memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur .” [17]

Ketujuh : Begadang saat malam ‘Idul Fitri untuk takbiran hingga pagi sehingga kadang-kadang tidak mengerjakan shalat shubuh dan shalat ‘ied di pagi hari. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

Baca Juga  Miris! Seorang Anak di Palu Aniaya Ayah Kandung Hingga Tewas


لَ اللَّهِ – لى الله ليه لم – انَ يَكْرَهُ النَّوْمَ لَ الْعِشَاءِ الْحَدِيثَ ا


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” [18]

Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai memukau orang yang begadang shalat Isya, beliau mengatakan, “ Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti setelah malam pernah bangun lelap?! 19]

Takbiran yang dilakukan juga sering mengganggu kaum muslimin yang ingin beristirahat dari hukum mengganggu sesama muslim adalah terlarang. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,


الْمُسْلِمُ لِمَ الْمُسْلِمُونَ لِسَانِهِ


Muslim ( yang baik) adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya dengan lisan dan tangan. ” [20] Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan dorongan adalah agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak terluka walaupun hanya seekor semut yang diciptakan”.” [21]


Perhatikanlah kutipan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut kecil saja dilarang disakiti, lalu bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!


Kedelapan : Memeriahkan ‘Idul Fitri dengan petasan. Selain mengganggu kaum muslimin lain sebagaimana dijelaskan di atas, petasan juga adalah suatu bentuk pemborosan. Karena pemborosan kata Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar. Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah pengeluaran dalam melakukan maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk melakukan kerusakan.” [22]


Allah Ta’ala berfirman,

لا ا الْمُبَذِّرِينَ انُوا انَ الشَّيَاطِينِ


Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan .” (QS. Al Isro’: 26-27). Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia membuat pendirian boros dengan mengatakan: “ Dan janganlah kamumbur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan ”. Dikatakan demikian karena orang yang boro menyerupai setan dalam hal ini. (*/**)



banner

Komentar